Sabtu, 10 Oktober 2009

Do'a Buat Sahabat


Ada air mata lagi….
Ada kesedihan lagi…
Ada sahabat terampas cita dan cintanya…
Ada ibu yang mengiba menyesali titian buah hatinya…

Entah doa apalagi yang mampu dipanjatkan…
Entah asa apalagi yang mampu merengkuh…

Bila waktu mampu kembali…
Bila cinta mampu terbeli…
Bila kasih tidak tergadai…
Masa akan menggores warna lebih indah…

Hanya sebait lirik didendangkan…
Menjadi pelipur hati yang lara…
Malaikat terbangkan pinta…
Yang terbaik bila kelak dikehendaki…


*Semoga tidak ada lagi sakit dan sakit

Jumat, 09 Oktober 2009

Kontemplasi Hari Jadi


Drugs Free Community 
5 Oktober 2007-2009



Apa hubungannya DFC dengan GRANAT?

Pertanyaan yang seringkali kami dengar hingga kami lelah menjawabnya, karena sejujurnya jawabannya sama sekali tidak menyenangkan buat kami. Ada sakit dan kecewa karena secara tidak langsung ada aib yang harus terbuka.

Drugs Free Community (DFC) sudah ada sejak tahun 2002, tanggal dan bulannya tidak dapat dipastikan. DFC adalah sebutan lain dari Relawan DPC GRANAT Kota Surabaya, yang ingin menunjukan eksistensi dirinya sebagai komunitas anak muda yang peduli.

Mengapa terbentuk DFC? GRANAT adalah organisasi sosial yang memiliki hirarki keorganisasian mulai dari tingkat Pusat/Nasional (DPP), kemudian tingkat Propinsi (DPD), dan tingkat Kota/Kabupaten (DPC). DPP dominan bersifat kebijakan, DPD dominan bersifat koordinasi, sedangkan DPC dominan opersional. Di tingkat DPC inilah keberadaan relawan memegang peranan penting, karena ujung tombak operasional kegiatan adalah relawan.

DPC GRANAT Kota Surabaya terbentuk tanggal 26 Nopember 2000, dengan Ketuanya adalah Bapak Sonny Wibisono. Pada masa kepemimpinan beliau keberadaan relawan sangat diperhatikan, sebagai bentuk apresiasi maka relawan diijinkan membentuk susunan pengurus sendiri di luar susunan pengurus DPC. Relawan diberikan hak otonomi untuk membentuk dan memilih pengurus. Kegiatan relawan tentunya adalah menjalankan program kerja DPC. Keberadaan pengurus relawan adalah sebagai bagian dari program pembinaan SDM.

Nama DFC sendiri tercetus tahun 2002 menjelang Konggres I GRANAT di Bandung, saat akan mencetak kaos event khusus relawan Surabaya. Nama ini adalah usulan dari relawan sendiri yang awalnya lebih bersifat untuk terkesan gaul. Selanjutnya penggunaan nama DFC lebih bersifat pada tema-tema kegiatan kampanye anti narkoba yang bersifat entertain dengan sasarannya adalah anak muda. Setiap kegiatan tetap bendera GRANAT yang digunakan.

Kiprah relawan GRANAT Surabaya relatif diperhitungkan baik di tingkat Kota maupun Nasional. Kegiatan DPC GRANAT dengan ujung tombaknya relawan pada masa 2001-2005 sangat dinamis dan aktif. Mulai dari penyuluhan, posko KIE 24 jam, talk show, seminar, event organizer/entertain, konseling, pendampingan korban, investigasi, kontrol peradilan, kampanye, konvoi motor, hingga demo pernah dilakukan. Semua kegiatan hampir sebagian besar dibiayai sendiri oleh relawan dan pengurus, beberapa diantaranya dalam bentuk sponsorship.

GRANAT sebagai organisasi sosial memiliki sistem kepemimpinan yang dipilih dan diangkat berdasarkan hasil musyawarah dengan periode waktu yang telah ditentukan. DPC GRANAT Kota Surabaya juga menjalankan mekanisme organisasi, pada tahun 2006 dilaksanakan MUSCAB untuk suksesi kepemimpinan karena kebetulan Ketua DPC GRANAT Surabaya sudah terpilih pada MUSDA sebagai Sekretaris DPD GRANAT Jawa Timur, pada tahun 2005. Pada MUSCAB ini terpilih Ketua DPC yang baru yaitu Ibu Arie Sulistyawatie (Arie Soeripan Poetri), kebetulan beliau baru aktif di GRANAT tahun 2005 sebagai salah satu Wakil Ketua DPD GRANAT Jatim hasil MUSDA tahun 2005.


DFC Vs. Ketua DPC GRANAT Surabaya

Sejak kepemimpinan DPC GRANAT Surabaya dipegang Ibu Arie banyak terjadi ketidaksepahaman antara Ibu Arie dengan relawan. Puncaknya adalah tidak diakui keberadaan relawan dengan pengurus yang dipilih oleh relawan, yang selanjutnya adalah tidak diakomodasi aspirasi dan aktifitas relawan. DPD GRANAT Jawa Timur yang diharapkan menjadi media untuk menyatukan kembali antara Ketua DPC dengan relawannya ternyata tidak mampu berbuat banyak, karena sepertinya pun juga terjadi mis koordinasi pula antara DPD dengan DPC. DPD berusaha mengakomodasi keberadaan relawan di bawah binaannya, hingga terakhir kami mampu menyelenggarakan event Hari Anti Narkoba Internasional 26 Juni 2007 secara besar Panggung hiburan dan konvoi motor/mobil melibatkan 1000 peserta dari Surabaya dan perwakilan DPC-DPC GRANAT se Jawa Timur.

Pasca HANI 2007, kami masih mendukung kegiatan DPD antara lain kontrol peradilan kasus produsen pabrik sabu. Bersamaan dengan itu kesehatan Ketua DPD Bapak Eddy Pirie terus memburuk (meninggal awal tahun 2009), berdampak pada aktifitas DPD GRANAT yang juga menjadi pasif, hal ini tentunya juga berdampak pada aktualisasi relawan yang tidak bisa membawa nama GRANAT karena berkaitan dengan sistem koordinasi dan pertanggungjawaban.

Tidak diakomodasi Ketua DPC Surabaya dan pasifnya DPD Jawa Timur, akhirnya membuat kami pada pilihan harus membentuk organisasi baru agar kami tetap bisa eksis, maka dilahirkan kembali Drugs Free Community.


DFC dan Gedung di jalan Raya Darmo 8A

Selain masalah di internal GRANAT, ada hal lain di luar GRANAT yang memaksa kami harus segera meresmikan Drugs Free Community sebagai organisasi atau komunitas baru. Pada Oktober 2005 ada surat dari Wakil Walikota Surabaya agar DPC GRANAT Kota Surabaya mengosongkan Kantor Sekretariatnya di Jalan Raya Darmo 8A karena merupakan gedung yang berdiri di atas saluran air dan akan dibongkar oleh Pemkot Surabaya. DPC dengan kepemimpinan baru meninggalkan atau menelantarkan kantor tanpa terlihat lagi aktifitas di Raya Darmo 8A. Pada awal tahun 2007 salah seorang relawan melihat ada seseorang mengatasnamakan instansi lain (PLN Jawa Timur) memasuki Kantor GRANAT yang tidak pernah ada aktifitasnya tersebut, orang tersebut bilang bahwa kantor tersebut akan difungsionalkan kembali menjadi milik PLN Jawa Timur. Kunci gembok kantor diperoleh oleh orang PLN ini langsung dari Ibu Arie Ketua DPC GRANAT Kota Surabaya.

Gedung yang dipergunakan sebagai kantor Sekretariat DPC GRANAT ini merupakan bangunan jaman Belanda, yang memang sempat dipergunakan PLN sebagai loket pembayaran listrik. Entah sejak kapan ditinggalkan PLN sehingga gedung tersebut tidak terawat bahkan menjadi seperti rumah hantu. Pada tahun 2001 Bapak Sonny Wibisono merenovasi dan menjadikan gedung tersebut Kantor Sekretariat DPC GRANAT Surabaya dengan biaya pribadi. DPC pernah mengajukan permohonan ijin pakai kepada pihak PLN dan mendapatkan jawaban bahwa gedung tersebut bukan milik PLN. Logika hukum memang gedung tersebut tidak memiliki status hukum (Sertifikat Hak Milik ataupun HGB) karena gedung tersebut berada bukan di atas tanah melainkan di atas saluran air (mungkin bekas pintu air pada jaman penjajahan Belanda).

Keberadaan orang yang mengaku dari PLN Jatim dan mangaku akan menempati kantor yang ditinggalkan DPC dan ”katanya” sudah mendapatkan rekomendasi dari Wawali jelas melukai kami sebagai relawan yang pernah berjibaku membesarkan GRANAT di gedung tersebut. Surat dari Wawali terdahulu jelas bahwa gedung tersebut akan dibongkar bukan diserahkan kepada pihak lain, maka “katanya” ada surat rekomendasi yang memberikan hak kepada pihak PLN Jatim untuk menempati gedung tersebut jelas tidak bisa kami terima. Penyerahan kunci gembok dari Ketua DPC kepada Pihak PLN Jatim juga menjelaskan bahwa DPC enggan memperjuangkan penggunaan gedung tersebut tetap menjadi hak DPC jelas mengecewakan kami.

Memperhatikan bahwa gedung yang selama lima tahun menjadi rumah kedua bagi relawan terancam di “hak”  pihak lain untuk kepentingan bisnis maka kami sepakat untuk mempertahankan gedung tersebut sepenuhnya untuk kepentingan masyarakat. Satu-satunya cara mempertahankan gedung tersebut adalah dengan atas nama organisasi sosial, karena kami sudah tidak mungkin lagi menggunakan nama GRANAT maka perlu dibentuk  organisasi lain yang masih ada kaitannya/benang merahnya dengan aktifitas kami terdahulu. Maka dibentuk dan dipilihlah nama Drugs Free Community sebagai organisasi baru kami. Nama DFC yang sebenarnya sudah sering kami pergunakan sebagai tema dari aktifitas saat di bawah naungan GRANAT diperkenalkan kembali kepada masyarakat pada kegiatan kami yang pertama kali atas nama DFC ini, yaitu pada saat pembagian takjil tanggal 5 Oktober 2007. Selanjutnya tanggal tersebut kami tetapkan sebagai Hari Jadi Drugs Free Community di Surabaya.

Merebut dan mempertahankan gedung ini bukan hal yang mudah dan murah. Masih banyak pihak yang berkeinginan merobohkan dan atau memiliki gedung ini. Jadi tantangan DFC sebagai komunitas anak muda yang peduli bahaya narkoba tidak semata hanya sekedar bagaimana mencari dana, membuat kegiatan, dan atau rekrutmen dan pembinaan relawan. Lebih dari itu kami juga harus berjuang mempertahankan gedung ini melawan pihak-pihak yang memiliki kekuatan dana dan kewenangan lebih besar, sedangkan kami hanya bermodal semangat (khas BONEK).


Kontemplasi

Terima kasih yang sangat besar tentunya kami sampaikan kepada Bapak Sonny Wibisono (eks Ketua DPC GRANAT Surabaya periode 2000-2005), yang telah mengijinkan dan mendukung kami menggunakan gedung ini (karena beliaulah yang terakhir merenovasi). Kedudukan Beliau sendiri di DFC adalah selaku Ketua Dewan Penasihat Drugs Free Community.

Terima kasih pula kami sampaikan kepada Bapak Walikota Surabaya Drs. Bambang DH, MPd, yang telah menerima kami secara resmi di Balai Kota. Penerimaan Beliau selaku Walikota adalah apresiasi terhadap eksistensi kami.

Inilah penjelasan kami tentang apa hubungannya kami dengan GRANAT. Kami masih mencintai GRANAT, tetapi bila kami tidak diijinkan beraktifitas di bawah naungan GRANAT karena keberadaan kami sebagai relawan tidak diakui oleh DPC GRANAT Kota Surabaya tentunya pantang buat kami merendahkan harga diri kami sebagai manusia yang bermartabat.

Sebuah organisasi sosial mandiri akan menjadi besar bila didukung oleh anggota yang memiliki harga diri.






Sabtu, 03 Oktober 2009

Negeri Pelangi…



Tertatih… setapak demi setapak…

Merajut… helai demi helai…

Terangkai… kelopak demi kelopak…


Ego… ambisi… emosi… mimpi… asa… obsesi…

Membaur dalam seribu ide seribu hasrat…

Ada sakit… ada sedih… pantang air mata…

Ada suka… ada bahagia… terpanjat syukur…


Semua seolah mudah bila hanya sekedar berkata-kata…

Butuh mimpi dan semangat untuk terus bertahan…


Sekali kita sepakat merakit perahu…

Pantang hanya bersandar tanpa melayar…

Dayung telah dikayuh… berlabuh pada dermaga demi dermaga…

Bila sampai pada Negeri pelangi…


Cinta dan keyakinan akan menguatkan…

Segala riak dan gelombang terkalahkan…

Dalam senyum dan tawa semua menjadi lebih indah…


DFC…. Perahu kami…

Indonesia lebih baik… tanpa narkoba… Negeri Pelangi kami…




Puisi untuk Hari Jadi Drugs Free Community ke-2

5 Oktober 2007 - 2009

Untuk Bangsa dan Negeri tercinta... ada raga dan jiwa kami...

Sabtu, 26 September 2009

Bos Narkoba Divonis 10 Tahun, Bebas dalam 3 Tahun

Handoko Dipantau Khusus


SURABAYA - Polisi tidak bisa tenang setelah Handoko, bos pabrik sabu-sabu (SS) yang ditahan di Lapas Pamekasan, mendapat pembebasan bersyarat sebulan lalu. Sejak menghirup udara bebas, pemilik pabrik SS di Nginden Intan Timur dan Manyar Tirtomoyo itu terus diawasi.


Selengkapnya…

http://jawapos.com/metropolis/index.php?act=detail&nid=92000


Masih jelas dalam ingatan kami (waktu itu atas nama DPD GRANAT Jawa Timur) memantau sidangnya, banyak terlihat upaya untuk meringankan hukuman. Seperti biasa persidangan narkoba di Pengadilan Negeri Surabaya bila tidak dimonitor aktifis anti narkoba maka tuntutan dan vonisnya ringan. Dalam sidang Handoko ini kami harus mengerahkan relawan untuk melakukan pengawasan, itupun masih divonis ringan (10 tahun) dibanding ancaman maksimal hukuman yang harus diterima adalah hukuman mati atau minimal seumur hidup (Kejahatan narkoba terorganisir).


Baru menjalani hukuman 3 tahun ternyata sudah melenggang bebas, sebuah ironi terhadap masa depan Generasi Bangsa. Potret penegakkan hukum yang terkotori oleh nafsu duniawi, aparat penegak hukum lebih memilih suap dari pada menyelamatkan anak bangsa dari peredaran gelap dan penyalahgunaan narkoba.


Polisi, Jaksa, Hakim, Pengacara, dan Dept. Hukum dan HAM memiliki peran dan sendiri-sendiri untuk ikut membiarkan para bandar bebas mengedarkan narkoba. Kewenangan mereka banyak disalahgunakan untuk mengeruk keuntungan pribadi tanpa berpikir dampaknya pada ancaman hancurnya generasi muda dan ancaman disintegrasi bangsa dan Negara.


Masyarakat pun secara tidak langsung juga turut berperan dengan makin maraknya peredaran gelap dan penyalahgunaan narkoba. Sikap tidak peduli cenderung permisif terhadap proses peradilan narkoba mengakibatkan aparat penegak hukum berpesta pora melacurkan harga dirinya pada para bandar.


Sampai kapan kita terus diam??????



Minggu, 20 September 2009

Hari Anti Narkoba Internasional 26 Juni 2009




Peringatan HANI 26 Juni 2009....

DFC menyelenggarakan Bakti Sosial Pemeriksaan dan Pengobatan Gratis bekerjasama dengan Yayasan Bangun Sehat Indonesiaku dan MPM Honda, pada hari Jumat tanggal 26 Juni 2009.

Pada Hari Minggu tanggal 28 Juni 2009, DFC membantu Badan Narkotika Kota Surabaya untuk mengkoordinasi Konvoi Motor Anti Narkoba, yang melibatkan 1000 motor dari club motor se Surabaya dan pemenang lomba kampung bersih narkoba.







Ijinkan Aku Mampu Memaafkan...

Pinta maaf seringkali menjadi ritual lebaran...

Memohon pun meminta mudah terangkai...
Kata-kata indah tersusun dalam bait puisi...

Pernahkah kita sadari bahwa sesungguhnya Islam bukan sekedar meminta maaf tetapi lebih dari itu... MEMAAFKAN!!!!

Bila kita pernah ada kata salah... ada sikap salah... ada perilaku salah...
Tanpa sadar kita menunggu lebaran untuk sekedar minta maaf...
entah tulus atau tidak... hati kita yang tahu....

Bila untuk kata maaf kita harus menanti setahun...
sejatinya kita belum tulus MEMAFKAN kesalahan diri kita sendiri...
Bila pada diri sendiri kita belum tulus MEMAAFKAN....
Apakah kita cukup punya Hati untuk MEMAAFKAN orang lain...

Bila hati kita masih memendam amarah...
Bila jiwa kita masih diselimuti kebencian...
Bila kata kita masih enggan bersapa
Bila senyum kita masih ada kepalsuan...
Bilakah jujur pinta maaf kita????

Ya Allah... ijinkan hamba Mu ini...
Jauh dari amarah... jauh dari kebencian... jauh dari kepalsuan...
Ijinkan hamba Mu mampu memaafkan...
kiranya hamba Mu termaafkan pula...
Ijinkan hamba Mu dalam kefitraan ini...
Ada kesempatan untuk terus bersilaturrahmi...
Ijinkan hamba Mu untuk terus berbagi kasih....

Selamat Idul Fitri...
Kemenangan sejati bila kita selalu mampu MEMAAFKAN...

Kamis, 17 September 2009


Baju Baru Di Hari Lebaran

Mengapa kita harus membeli baju baru untuk dipakai di hari Lebaran?


Saat kita ketemu pacar, ketemu calon mertua, ketemu atasan, atau ketemu orang-orang banyak di undangan-undangan pesta maka kita sibuk mencari baju terindah/terbaik yang kita miliki.

Allah sudah banyak memberikan kenikmatan kepada kita maka saat tampil di "undangan-Nya" seyogyanya pun kita harus tampil dengan busana terbaik yang kita miliki, Alhamdulillah bila kita mampu membeli baju baru. Bagi yang tidak mampu, tanpa baju baru pun kita berhak menghadiri "undangan-Nya".

Lebaran adalah Hari Besar.... Hari kemenangan... Hari Kesucian... Baju baru semata simbolis luar cinta terbaik kita pada Nya... Hati yang terus diperbarui adalah sejatinya cinta... Sebaik-baik baju adalah memiliki kepantasan bagi pemakainya... Sebaik-baiknya hati adalah kerelaan berbagi dan bermanfaat bagi sesamanya.

Sabtu, 12 September 2009

FPI Vs Diskotik

Bulan Ramadhan biasanya identik dengan aksi-aksi “kekerasan” yang dilakukan Front Pembela Islam (FPI) terhadap tempat-tempat hiburan malam “maksiat” yang masih buka. Selama ini sebagian masyarakat kita didukung banyak media massa, aksi FPI dianggap meresahkan. Sebagian masyarakat yang lain ada juga yang mendukung aksi tersebut karena alasan yang lebih bersifat agama (dalam hal ini Islam). Bagi saya yang hampir 9 tahun aktif di kegiatan anti narkoba sejujurnya saya 1000% mendukung aksi FPI khususnya untuk aksi di diskotik dan tempat-tempat hiburan malam lain yang menjual bebas narkoba (termasuk alkohol).

Tahun ini sepertinya tidak terdengar aksi-aksi tersebut, dimana mereka? Kemarin saya mendapat pengaduan warga tentang keberadaan salah satu tempat hiburan malam yang masih buka sepertinya bekerjasama dengan aparat kepolisian karena ketika akan ada razia pihak pengelola sudah mengetahui dan menginstruksikan tamu dan karyawan pulang. Warga yang mengadu tersebut menanyakan kepada saya kontak FPI karena sudah tidak percaya kepada aparat kepolisian.

FPI Vs Diskotik, bila aparat kepolisian bisa menjalankan tugasnya dengan tegas mungkin FPI tidak perlu melakukan aksi tersebut, seringkali itu yang menjadi alasan FPI tidak melakukan aksinya. Sebenarnya aksi-aksi seperti FPI justru sangat kita perlukan untuk pemberantasan narkoba. Kita tidak melihat aksi FPI dari sudut ideologi (agama) tetapi kita melihat dari “dampak” yang bisa kita peroleh untuk upaya menyelamatkan generasi muda kita. Semua orang tidak bisa memungkiri bahwa diskotik adalah salah satu tempat peredaran narkoba, tidak ada satupun diskotik yang bebas dari peredaran narkoba.

Pengunjung setia dan pengusaha diskotik akan bilang bahwa tidak semua pengunjung diskotik mengkonsumsi narkoba jadi jangan disalahkan diskotiknya. Pengusaha diskotik mana yang tidak tahu ada peredaran narkoba, bahkan musikpun sudah disetting untuk up down efek ekstacy. Parahnya adalah tidak ada satupun diskotik yang melarang anak remaja masuk, tidak ada syarat untuk menunjukan kartu identitas sebagai penunjuk usia (UU kesehatan mengatur tentang pembatasan usia konsumen minuman beralkohol). Banyak remaja kita terjerumus narkoba dari pergaulan di diskotik. Tahun 2002, pernah kami melakukan riset 100 siswa di SMA (kalangan atas) ditemukan bahwa lebih 50% siswanya pernah ditawari narkoba, sebagian besar ditawari di diskotik).

Sampai kapan kita membiarkan diskotik-diskotik tetap eksis dan tidak mungkin diskotik bisa menguntungkan tanpa “membiarkan” narkoba dijual “legal” di tempat tersebut. Sampai kapan kita membiarkan remaja kita terjerumus narkoba. Salah satu efek narkoba jenis ekstacy bagi perempuan adalah stimulan keinginan berhubungan seksual, apa jadinya kalau remaja putri kita “terbujuk” mengkonsumsi ekstacy saat diajak “pesta” di diskotik. Apa akan kita biarkan remaja putri kita pun terjebak kehamilan, aborsi, atau prostitusi sebagai dampak signifikan dari pergaulan di diskotik.

Banyak organisasi anti narkoba tetapi lebih bersifat preventif, hanya sekedar pencegahan penyalahgunaan narkoba. Bagaimana dengan peredaran gelap narkoba. Pertanyaannya apakah kalian percaya bahwa aparat penegak hukum kita mampu memeberantas narkoba. Kemarin kita semua juga tahu bagaimana 2 (dua) Jaksa bekerja sama dengan polisi menjual barang bukti ekstacy dan sempat menikmati tahanan kota. Seorang sahabat pernah bercerita bahwa saat dia terkena kasus narkoba didepan matanya saat disidik di Kantor Polisi, si penyidik menikmati sabu dengan santainya. Penjara justru menjadi teman yang paling aman untuk pakai narkoba, siapa yang bisa menyangkalnya. Bahkan pernah ditangkap tahanan narkoba diluar tahanan ditemani sipir tahanan. Mau jadi apa Negara kita bila kita Cuma mengandalkan aparat penegak hukum yang bisa dibeli. Siapa yang tidak tahu bagaimana Hakim, Jaksa, Pengacara, dan atau Polisi bekerja sama melemahkan bukti terdakwa narkoba sehingga layak bebas.

Kita butuh aksi-aksi semacam FPI bukan hanya saat bulan Ramadhan tetapi setiap hari, tujuh hari seminggu, 365 hari setahun. Kita butuh aksi-aksi FPI bukan sekedar atas dasar dilarang maksiat, tetapi lebih besar dari itu menyelamatkan generasi masa depan Bangsa ini dari kehancuran karena terjebak narkoba. Banyak artikel tentang bahaya narkoba, tidak perlu kita detailkan disini. Perlu ditegaskan adalah bahwa saat ini mungkin bukan anggota keluarga kita yang terjerumus narkoba, tetapi apakah ada yang bisa menjamin bahwa anak cucunya kelak bisa menyelamatkan dirinya dari rayuan narkoba. Bila kita diamkan diskotik terus beroperasional dengan membiarkan anak remaja kita masuk dan bebas menikmati rokok, alkohol, ekstasi, dan seks bebas.

Kita butuh aksi-aksi semacam FPI apapun agamanya, apapun ideologinya, apapun sukunya, yang terpenting ada aksi-aksi “kekerasan” yang efektif membuat jera pengusaha diskotik. Kita butuh aksi-aksi yang tidak bisa dibeli, sekalipun itu harus melakukan “kekerasan”. Bandar dan mafia narkoba termasuk mafia peradilan narkoba sudah cukup banyak merenggut anak bangsa, apakah kita biarkan mereka juga merampas masa depan generasi bangsa ini. Mengapa mesti kita toleransi HAM ke mereka, padahal mereka telah banyak membunuh anak kita. Diskotik adalah tempat terbesar perderan ekstacy (narkoba) mengapa kita beri “kelembutan” sedangkan mereka secara sadar dan terorganisir merayu dan mencekoki remaja kita dengan racun yang merusak masa depan.

Stiker Amal


Terapi Metadon?

Mengapa Pantang Program Terapi Metadon
dan Pertukaran Jarum Suntik

Awal tahun 2000, lebih dari 70% pasien AIDS di RS-RS Indonesia menunjukan trend penderita teridentifikasi memiliki riwayat hidup sebagai pecandu narkoba dari penggunaan jarum suntik (jenis opium). Asumsi mereka tertular HIV adalah dari penggunaan jarum suntik yang diduga tidak steril. Dari realita tersebut kemudian disimpulkan dalam perspektif penanggulangan HIV/AIDS bahwa penggunaan jarum suntik adalah penyebab terbesar penularan HIV sehingga perlu diberlakukan program Harm Reduction. Program ini bertujuan meminimalisasi dampak penyalahgunaan narkoba jenis opium dari sudut penularan HIV, dengan memberikan pelayanan pemberian/penggantian jarum suntik steril kepada pecandu dan atau pengganti jenis narkoba dari putaw (IDU/jarum suntik) ke metadon (oral).


Pecandu narkoba dari jarum suntik seolah booming teridentifikasi AIDS dikarenakan:


  1. Resiko tinggi Penularan HIV; mereka memiliki dua resiko tinggi penularan baik dari penggunaan jarum suntik bergantian dan atau perilaku seks berganti-ganti pasangan (hampir 100% pecandu narkoba terlibat perilaku seks berganti-ganti pasangan)
  2. Asupan GIZI yang buruk; penghentian obat akan menyebabkan mereka kesakitan (sakaw) sehingga mereka harus mengkonsumsi obat tersebut. Anggaran untuk membeli obat akan menjadi prioritas utama bahkan bila tidak memiliki uang mereka dengan mudahnya terlibat tindak kriminal. Hal-hal di luar obat menjadi tidak dipikirkan termasuk pola makan mereka, akibatnya adalah asupan gizi mereka sangat buruk
  3. Pola hidup tidak sehat, kebanyakan dari mereka pola hidupnya tidak sehat. Asupan gizi yang buruk menjadikan tubuh mereka cenderung lemah sehingga kebanyakan dari mereka bila kena sinar matahari ataupun air terasa sakit.
  4. Masa Inkubasi HIV ke AIDS lebih pendek; mereka yang tertular HIV dengan asupan gizi dan pola hidup sehat yang buruk menjadikan perkembangan virus HIV lebih cepat dari penderita HIV lainnya. Normal untuk orang-orang Asia, masa inkubasi HIV ke AIDS kurang lebih 5 tahun. Pada penderita dari kalangan pecandu narkoba jarum suntik kurang lebih 1-2 tahun.
Akar permasalahan penyalahgunaan narkoba adalah Aspek Psikis, yaitu ORIENTASI NILAI, pemahaman nilai si individu dengan dirinya sendiri, pemahanan nilai antara individu dengan lingkungannya, pemahaman nilai si individu dengan masa lalunya, pemahaman nilai si individu dengan masa depannya. Orientasi/pemahaman nilai-nilai pada individu terbentuk oleh pola asuh/didik orang tua/keluarga dan pengaruh interaksi dengan lingkungannya (termasuk teknologi informasi global). Keputusan untuk menjadi pecandu adalah keputusan individu maka penghentian menjadi pecandu pun adalah keputusan individu tersebut. Ketika si individu memutuskan untuk pertama kali pakai (obat) dan selanjutnya menjadi pecandu maka bisa dikatakan bahwa terjadi pemahaman nilai yang tidak benar pada individu tersebut. Ketika mereka menjadi pecandu maka akan banyak nilai-nilai dan atau norma-norma sosial, budaya, hukum, dan agama yang dilanggar, mereka akan cenderung dijauhi oleh dominan masyarakat. Dampak Asosial akan memperburuk aspek psikis pecandu, maka yang utama diperlukan untuk penanggulangan pecandu adalah REHABILITASI PSIKIS, KONSTRUKSI BARU ORIENTASI NILAI.

Penghentian obat, dalam artian detoksifikasi memutus pemakaian obat dalam tahapan rehabilitasi narkoba adalah hal yang paling mudah. Tidak ada orang mati karena sakaw. Tahapan tersulit adalah mempersiapkan si (ex) pecandu untuk tidak relaps (kambuh pakai kembali), mempersiapkan mereka mengatasi sugesti dan godaan-godaan pakai kembali yang muncul setiap saat. Tahapan inilah yang disebut rehabilitasi psikis dan sosial. Tidak ada satupun modalitas rehabilitasi yang mampu memberikan jaminan “sembuh”. Ke”sembuh”an sangat tergantung pada motivasi pecandu itu sendiri. Keluarga dan lingkungan hanya sebatas mampu memberikan dukungan dan ketegasan (pecandu seringkali memanipulasi perasaan/kesedihan keluarga).

Tahun 2009, data terakhir trend penderita AIDS adalah dari penularan lewat perilaku seks. Hampir 100% pecandu narkoba terlibat seks bebas berganti-ganti pasangan, bukan cuma dari pecandu jenis opium tetapi juga dari jenis psikotropika (extacy dan Sabu). Kami sepakat bahwa program Harm Reduction dalam prespektif penanggulangan HIV/AIDS adalah benar, tapi dalam prespektif penanggulangan penyalahgunaan Narkoba sama sekali tidak menyelesaikan masalah.

Program penggantian jarum suntik bahkan sama sekali tidak menghentikan pecandu untuk mengkonsumsi opium/putaw. Mereka masih mengkonsumsi obat, mereka masih melakukan tindak kriminal untuk kebutuhan membeli obat, mereka masih melakukan seks bebas berganti-ganti pasangan, sebagian dari wanita yang menjadi pecandu cenderung melakukan prostitusi untuk memperoleh uang membeli obat. Penyalahgunaan dan peredaran gelap jalan, tindak kriminal jalan, perilaku seks bebas jalan, dan prostitusi juga tetap jalan.

Program terapi metadon, seringkali Dokter (apakah tahu atau tidak) tidak menjelaskan detail dan benar efek dalam tahapan-tahapan pengobatannya kepada calon pasien. Pelaku lapangan rekrutmen pasien narkoba untuk terapi metadon banyak juga tidak dibekali pemahaman yang detail dan benar. Mereka hanya berpacu pada target “memperoleh” pasien. Pecandu jarum suntik akan dengan senang hati berpindah ke terapi metadon karena; harga murah (karena masih subsidi), legal, dan utamanya adalah persediaan obat terjamin.


Pengalaman rekan yang mengikuti terapi metadon;
  1. Ketika memutuskan untuk berhenti “sakaw” nya lebih lama 1-2 bulan, dibanding sakaw jenis putaw 1-2 minggu, maka pecandu kalau mau berhenti mikir sakitnya yang lama tidak jadi berhenti
  2. Penurunan dosis seringkali menjadi permainan dokter, mereka cenderung tidak ingin menurunkan dosis, maka si pasien harus pintar untuk minta penurunan dosis
  3. Aturan penggunaan metadon harus di RS setempat, nyatanya saat ini pasien boleh membawa keluar jatah mingguan dan dipakai di luar RS, maka akan ada kemungkinan disalahgunakan. Kalau aturan pemakainnya saja oleh Dokter/tim terapi sudah diberikan kelonggaran, apakah si dokter/tim terapi menyediakan waktunya untuk si pasien konsultasi lebih lanjut berkaitan terapi psikisnya

Prediksi Kedepan
  1. Metadon adalah narkotika golongan II, yang artinya tingkat ketergantungannya masih cukup tinggi. Dengan masa tenggang sakawnya yang lama kecenderungan untuk berhenti akan lebih sulit.
  2. Harga metadon saat ini masih di subsidi oleh pemerintah, bagaimana bila subsidi tersebut dicabut. Bukan tidak mungkin 5 atau 10 tahun ke depan subsidi untuk metadon dicabut. Subsidi pupuk anorganik yang kebutuhan dasar petani saja dicabut apalagi subsidi obat bagi pecandu. Bisa dibayangkan berapa ribu orang pecandu metadon akan sakaw bila tidak mampu membelinya
  3. Metadon adalah obat yang “dilegalkan” dengan jumlah pasien yang stabil bahkan cenderung meningkat, apakah tidak akan ada kecenderungan untuk dikomersilkan, kerja sama antara dokter dan perusahaan farmasi. Anti bodi flu burung saja yang dikendalikan WHO/PBB saja dikomersilkan apalagi metadon

Hal-hal di atas yang menjadi alasan mengapa komunitas kami DRUGS FREE COMMUNITY berpantangan dengan program Harm Reduction. Kepada teman-teman yang saat ini mengikuti terapi metadon sama sekali kami tidak membenci anda sebagai pasien, setulus hati kami berdoa agar teman-teman segera memperoleh “kesembuhan”. Kami hanya tidak setuju adanya program tersebut dan tentunya berikut program-program kampanye gerakan terapi metadon ataupun penggantian jarum suntik.

Ketika kamu memutuskan untuk berhenti maka segerakanlah jangan ditunda… kamu telah habiskan waktu kemarin dengan sia-sia… jangan biarkan waktu di depanmu menjadi sia-sia pula… Kami ada untuk kalian… bersama menjadikan Indonesia Lebih Baik…