Sabtu, 26 September 2009

Bos Narkoba Divonis 10 Tahun, Bebas dalam 3 Tahun

Handoko Dipantau Khusus


SURABAYA - Polisi tidak bisa tenang setelah Handoko, bos pabrik sabu-sabu (SS) yang ditahan di Lapas Pamekasan, mendapat pembebasan bersyarat sebulan lalu. Sejak menghirup udara bebas, pemilik pabrik SS di Nginden Intan Timur dan Manyar Tirtomoyo itu terus diawasi.


Selengkapnya…

http://jawapos.com/metropolis/index.php?act=detail&nid=92000


Masih jelas dalam ingatan kami (waktu itu atas nama DPD GRANAT Jawa Timur) memantau sidangnya, banyak terlihat upaya untuk meringankan hukuman. Seperti biasa persidangan narkoba di Pengadilan Negeri Surabaya bila tidak dimonitor aktifis anti narkoba maka tuntutan dan vonisnya ringan. Dalam sidang Handoko ini kami harus mengerahkan relawan untuk melakukan pengawasan, itupun masih divonis ringan (10 tahun) dibanding ancaman maksimal hukuman yang harus diterima adalah hukuman mati atau minimal seumur hidup (Kejahatan narkoba terorganisir).


Baru menjalani hukuman 3 tahun ternyata sudah melenggang bebas, sebuah ironi terhadap masa depan Generasi Bangsa. Potret penegakkan hukum yang terkotori oleh nafsu duniawi, aparat penegak hukum lebih memilih suap dari pada menyelamatkan anak bangsa dari peredaran gelap dan penyalahgunaan narkoba.


Polisi, Jaksa, Hakim, Pengacara, dan Dept. Hukum dan HAM memiliki peran dan sendiri-sendiri untuk ikut membiarkan para bandar bebas mengedarkan narkoba. Kewenangan mereka banyak disalahgunakan untuk mengeruk keuntungan pribadi tanpa berpikir dampaknya pada ancaman hancurnya generasi muda dan ancaman disintegrasi bangsa dan Negara.


Masyarakat pun secara tidak langsung juga turut berperan dengan makin maraknya peredaran gelap dan penyalahgunaan narkoba. Sikap tidak peduli cenderung permisif terhadap proses peradilan narkoba mengakibatkan aparat penegak hukum berpesta pora melacurkan harga dirinya pada para bandar.


Sampai kapan kita terus diam??????



Minggu, 20 September 2009

Hari Anti Narkoba Internasional 26 Juni 2009




Peringatan HANI 26 Juni 2009....

DFC menyelenggarakan Bakti Sosial Pemeriksaan dan Pengobatan Gratis bekerjasama dengan Yayasan Bangun Sehat Indonesiaku dan MPM Honda, pada hari Jumat tanggal 26 Juni 2009.

Pada Hari Minggu tanggal 28 Juni 2009, DFC membantu Badan Narkotika Kota Surabaya untuk mengkoordinasi Konvoi Motor Anti Narkoba, yang melibatkan 1000 motor dari club motor se Surabaya dan pemenang lomba kampung bersih narkoba.







Ijinkan Aku Mampu Memaafkan...

Pinta maaf seringkali menjadi ritual lebaran...

Memohon pun meminta mudah terangkai...
Kata-kata indah tersusun dalam bait puisi...

Pernahkah kita sadari bahwa sesungguhnya Islam bukan sekedar meminta maaf tetapi lebih dari itu... MEMAAFKAN!!!!

Bila kita pernah ada kata salah... ada sikap salah... ada perilaku salah...
Tanpa sadar kita menunggu lebaran untuk sekedar minta maaf...
entah tulus atau tidak... hati kita yang tahu....

Bila untuk kata maaf kita harus menanti setahun...
sejatinya kita belum tulus MEMAFKAN kesalahan diri kita sendiri...
Bila pada diri sendiri kita belum tulus MEMAAFKAN....
Apakah kita cukup punya Hati untuk MEMAAFKAN orang lain...

Bila hati kita masih memendam amarah...
Bila jiwa kita masih diselimuti kebencian...
Bila kata kita masih enggan bersapa
Bila senyum kita masih ada kepalsuan...
Bilakah jujur pinta maaf kita????

Ya Allah... ijinkan hamba Mu ini...
Jauh dari amarah... jauh dari kebencian... jauh dari kepalsuan...
Ijinkan hamba Mu mampu memaafkan...
kiranya hamba Mu termaafkan pula...
Ijinkan hamba Mu dalam kefitraan ini...
Ada kesempatan untuk terus bersilaturrahmi...
Ijinkan hamba Mu untuk terus berbagi kasih....

Selamat Idul Fitri...
Kemenangan sejati bila kita selalu mampu MEMAAFKAN...

Kamis, 17 September 2009


Baju Baru Di Hari Lebaran

Mengapa kita harus membeli baju baru untuk dipakai di hari Lebaran?


Saat kita ketemu pacar, ketemu calon mertua, ketemu atasan, atau ketemu orang-orang banyak di undangan-undangan pesta maka kita sibuk mencari baju terindah/terbaik yang kita miliki.

Allah sudah banyak memberikan kenikmatan kepada kita maka saat tampil di "undangan-Nya" seyogyanya pun kita harus tampil dengan busana terbaik yang kita miliki, Alhamdulillah bila kita mampu membeli baju baru. Bagi yang tidak mampu, tanpa baju baru pun kita berhak menghadiri "undangan-Nya".

Lebaran adalah Hari Besar.... Hari kemenangan... Hari Kesucian... Baju baru semata simbolis luar cinta terbaik kita pada Nya... Hati yang terus diperbarui adalah sejatinya cinta... Sebaik-baik baju adalah memiliki kepantasan bagi pemakainya... Sebaik-baiknya hati adalah kerelaan berbagi dan bermanfaat bagi sesamanya.

Sabtu, 12 September 2009

FPI Vs Diskotik

Bulan Ramadhan biasanya identik dengan aksi-aksi “kekerasan” yang dilakukan Front Pembela Islam (FPI) terhadap tempat-tempat hiburan malam “maksiat” yang masih buka. Selama ini sebagian masyarakat kita didukung banyak media massa, aksi FPI dianggap meresahkan. Sebagian masyarakat yang lain ada juga yang mendukung aksi tersebut karena alasan yang lebih bersifat agama (dalam hal ini Islam). Bagi saya yang hampir 9 tahun aktif di kegiatan anti narkoba sejujurnya saya 1000% mendukung aksi FPI khususnya untuk aksi di diskotik dan tempat-tempat hiburan malam lain yang menjual bebas narkoba (termasuk alkohol).

Tahun ini sepertinya tidak terdengar aksi-aksi tersebut, dimana mereka? Kemarin saya mendapat pengaduan warga tentang keberadaan salah satu tempat hiburan malam yang masih buka sepertinya bekerjasama dengan aparat kepolisian karena ketika akan ada razia pihak pengelola sudah mengetahui dan menginstruksikan tamu dan karyawan pulang. Warga yang mengadu tersebut menanyakan kepada saya kontak FPI karena sudah tidak percaya kepada aparat kepolisian.

FPI Vs Diskotik, bila aparat kepolisian bisa menjalankan tugasnya dengan tegas mungkin FPI tidak perlu melakukan aksi tersebut, seringkali itu yang menjadi alasan FPI tidak melakukan aksinya. Sebenarnya aksi-aksi seperti FPI justru sangat kita perlukan untuk pemberantasan narkoba. Kita tidak melihat aksi FPI dari sudut ideologi (agama) tetapi kita melihat dari “dampak” yang bisa kita peroleh untuk upaya menyelamatkan generasi muda kita. Semua orang tidak bisa memungkiri bahwa diskotik adalah salah satu tempat peredaran narkoba, tidak ada satupun diskotik yang bebas dari peredaran narkoba.

Pengunjung setia dan pengusaha diskotik akan bilang bahwa tidak semua pengunjung diskotik mengkonsumsi narkoba jadi jangan disalahkan diskotiknya. Pengusaha diskotik mana yang tidak tahu ada peredaran narkoba, bahkan musikpun sudah disetting untuk up down efek ekstacy. Parahnya adalah tidak ada satupun diskotik yang melarang anak remaja masuk, tidak ada syarat untuk menunjukan kartu identitas sebagai penunjuk usia (UU kesehatan mengatur tentang pembatasan usia konsumen minuman beralkohol). Banyak remaja kita terjerumus narkoba dari pergaulan di diskotik. Tahun 2002, pernah kami melakukan riset 100 siswa di SMA (kalangan atas) ditemukan bahwa lebih 50% siswanya pernah ditawari narkoba, sebagian besar ditawari di diskotik).

Sampai kapan kita membiarkan diskotik-diskotik tetap eksis dan tidak mungkin diskotik bisa menguntungkan tanpa “membiarkan” narkoba dijual “legal” di tempat tersebut. Sampai kapan kita membiarkan remaja kita terjerumus narkoba. Salah satu efek narkoba jenis ekstacy bagi perempuan adalah stimulan keinginan berhubungan seksual, apa jadinya kalau remaja putri kita “terbujuk” mengkonsumsi ekstacy saat diajak “pesta” di diskotik. Apa akan kita biarkan remaja putri kita pun terjebak kehamilan, aborsi, atau prostitusi sebagai dampak signifikan dari pergaulan di diskotik.

Banyak organisasi anti narkoba tetapi lebih bersifat preventif, hanya sekedar pencegahan penyalahgunaan narkoba. Bagaimana dengan peredaran gelap narkoba. Pertanyaannya apakah kalian percaya bahwa aparat penegak hukum kita mampu memeberantas narkoba. Kemarin kita semua juga tahu bagaimana 2 (dua) Jaksa bekerja sama dengan polisi menjual barang bukti ekstacy dan sempat menikmati tahanan kota. Seorang sahabat pernah bercerita bahwa saat dia terkena kasus narkoba didepan matanya saat disidik di Kantor Polisi, si penyidik menikmati sabu dengan santainya. Penjara justru menjadi teman yang paling aman untuk pakai narkoba, siapa yang bisa menyangkalnya. Bahkan pernah ditangkap tahanan narkoba diluar tahanan ditemani sipir tahanan. Mau jadi apa Negara kita bila kita Cuma mengandalkan aparat penegak hukum yang bisa dibeli. Siapa yang tidak tahu bagaimana Hakim, Jaksa, Pengacara, dan atau Polisi bekerja sama melemahkan bukti terdakwa narkoba sehingga layak bebas.

Kita butuh aksi-aksi semacam FPI bukan hanya saat bulan Ramadhan tetapi setiap hari, tujuh hari seminggu, 365 hari setahun. Kita butuh aksi-aksi FPI bukan sekedar atas dasar dilarang maksiat, tetapi lebih besar dari itu menyelamatkan generasi masa depan Bangsa ini dari kehancuran karena terjebak narkoba. Banyak artikel tentang bahaya narkoba, tidak perlu kita detailkan disini. Perlu ditegaskan adalah bahwa saat ini mungkin bukan anggota keluarga kita yang terjerumus narkoba, tetapi apakah ada yang bisa menjamin bahwa anak cucunya kelak bisa menyelamatkan dirinya dari rayuan narkoba. Bila kita diamkan diskotik terus beroperasional dengan membiarkan anak remaja kita masuk dan bebas menikmati rokok, alkohol, ekstasi, dan seks bebas.

Kita butuh aksi-aksi semacam FPI apapun agamanya, apapun ideologinya, apapun sukunya, yang terpenting ada aksi-aksi “kekerasan” yang efektif membuat jera pengusaha diskotik. Kita butuh aksi-aksi yang tidak bisa dibeli, sekalipun itu harus melakukan “kekerasan”. Bandar dan mafia narkoba termasuk mafia peradilan narkoba sudah cukup banyak merenggut anak bangsa, apakah kita biarkan mereka juga merampas masa depan generasi bangsa ini. Mengapa mesti kita toleransi HAM ke mereka, padahal mereka telah banyak membunuh anak kita. Diskotik adalah tempat terbesar perderan ekstacy (narkoba) mengapa kita beri “kelembutan” sedangkan mereka secara sadar dan terorganisir merayu dan mencekoki remaja kita dengan racun yang merusak masa depan.

Stiker Amal


Terapi Metadon?

Mengapa Pantang Program Terapi Metadon
dan Pertukaran Jarum Suntik

Awal tahun 2000, lebih dari 70% pasien AIDS di RS-RS Indonesia menunjukan trend penderita teridentifikasi memiliki riwayat hidup sebagai pecandu narkoba dari penggunaan jarum suntik (jenis opium). Asumsi mereka tertular HIV adalah dari penggunaan jarum suntik yang diduga tidak steril. Dari realita tersebut kemudian disimpulkan dalam perspektif penanggulangan HIV/AIDS bahwa penggunaan jarum suntik adalah penyebab terbesar penularan HIV sehingga perlu diberlakukan program Harm Reduction. Program ini bertujuan meminimalisasi dampak penyalahgunaan narkoba jenis opium dari sudut penularan HIV, dengan memberikan pelayanan pemberian/penggantian jarum suntik steril kepada pecandu dan atau pengganti jenis narkoba dari putaw (IDU/jarum suntik) ke metadon (oral).


Pecandu narkoba dari jarum suntik seolah booming teridentifikasi AIDS dikarenakan:


  1. Resiko tinggi Penularan HIV; mereka memiliki dua resiko tinggi penularan baik dari penggunaan jarum suntik bergantian dan atau perilaku seks berganti-ganti pasangan (hampir 100% pecandu narkoba terlibat perilaku seks berganti-ganti pasangan)
  2. Asupan GIZI yang buruk; penghentian obat akan menyebabkan mereka kesakitan (sakaw) sehingga mereka harus mengkonsumsi obat tersebut. Anggaran untuk membeli obat akan menjadi prioritas utama bahkan bila tidak memiliki uang mereka dengan mudahnya terlibat tindak kriminal. Hal-hal di luar obat menjadi tidak dipikirkan termasuk pola makan mereka, akibatnya adalah asupan gizi mereka sangat buruk
  3. Pola hidup tidak sehat, kebanyakan dari mereka pola hidupnya tidak sehat. Asupan gizi yang buruk menjadikan tubuh mereka cenderung lemah sehingga kebanyakan dari mereka bila kena sinar matahari ataupun air terasa sakit.
  4. Masa Inkubasi HIV ke AIDS lebih pendek; mereka yang tertular HIV dengan asupan gizi dan pola hidup sehat yang buruk menjadikan perkembangan virus HIV lebih cepat dari penderita HIV lainnya. Normal untuk orang-orang Asia, masa inkubasi HIV ke AIDS kurang lebih 5 tahun. Pada penderita dari kalangan pecandu narkoba jarum suntik kurang lebih 1-2 tahun.
Akar permasalahan penyalahgunaan narkoba adalah Aspek Psikis, yaitu ORIENTASI NILAI, pemahaman nilai si individu dengan dirinya sendiri, pemahanan nilai antara individu dengan lingkungannya, pemahaman nilai si individu dengan masa lalunya, pemahaman nilai si individu dengan masa depannya. Orientasi/pemahaman nilai-nilai pada individu terbentuk oleh pola asuh/didik orang tua/keluarga dan pengaruh interaksi dengan lingkungannya (termasuk teknologi informasi global). Keputusan untuk menjadi pecandu adalah keputusan individu maka penghentian menjadi pecandu pun adalah keputusan individu tersebut. Ketika si individu memutuskan untuk pertama kali pakai (obat) dan selanjutnya menjadi pecandu maka bisa dikatakan bahwa terjadi pemahaman nilai yang tidak benar pada individu tersebut. Ketika mereka menjadi pecandu maka akan banyak nilai-nilai dan atau norma-norma sosial, budaya, hukum, dan agama yang dilanggar, mereka akan cenderung dijauhi oleh dominan masyarakat. Dampak Asosial akan memperburuk aspek psikis pecandu, maka yang utama diperlukan untuk penanggulangan pecandu adalah REHABILITASI PSIKIS, KONSTRUKSI BARU ORIENTASI NILAI.

Penghentian obat, dalam artian detoksifikasi memutus pemakaian obat dalam tahapan rehabilitasi narkoba adalah hal yang paling mudah. Tidak ada orang mati karena sakaw. Tahapan tersulit adalah mempersiapkan si (ex) pecandu untuk tidak relaps (kambuh pakai kembali), mempersiapkan mereka mengatasi sugesti dan godaan-godaan pakai kembali yang muncul setiap saat. Tahapan inilah yang disebut rehabilitasi psikis dan sosial. Tidak ada satupun modalitas rehabilitasi yang mampu memberikan jaminan “sembuh”. Ke”sembuh”an sangat tergantung pada motivasi pecandu itu sendiri. Keluarga dan lingkungan hanya sebatas mampu memberikan dukungan dan ketegasan (pecandu seringkali memanipulasi perasaan/kesedihan keluarga).

Tahun 2009, data terakhir trend penderita AIDS adalah dari penularan lewat perilaku seks. Hampir 100% pecandu narkoba terlibat seks bebas berganti-ganti pasangan, bukan cuma dari pecandu jenis opium tetapi juga dari jenis psikotropika (extacy dan Sabu). Kami sepakat bahwa program Harm Reduction dalam prespektif penanggulangan HIV/AIDS adalah benar, tapi dalam prespektif penanggulangan penyalahgunaan Narkoba sama sekali tidak menyelesaikan masalah.

Program penggantian jarum suntik bahkan sama sekali tidak menghentikan pecandu untuk mengkonsumsi opium/putaw. Mereka masih mengkonsumsi obat, mereka masih melakukan tindak kriminal untuk kebutuhan membeli obat, mereka masih melakukan seks bebas berganti-ganti pasangan, sebagian dari wanita yang menjadi pecandu cenderung melakukan prostitusi untuk memperoleh uang membeli obat. Penyalahgunaan dan peredaran gelap jalan, tindak kriminal jalan, perilaku seks bebas jalan, dan prostitusi juga tetap jalan.

Program terapi metadon, seringkali Dokter (apakah tahu atau tidak) tidak menjelaskan detail dan benar efek dalam tahapan-tahapan pengobatannya kepada calon pasien. Pelaku lapangan rekrutmen pasien narkoba untuk terapi metadon banyak juga tidak dibekali pemahaman yang detail dan benar. Mereka hanya berpacu pada target “memperoleh” pasien. Pecandu jarum suntik akan dengan senang hati berpindah ke terapi metadon karena; harga murah (karena masih subsidi), legal, dan utamanya adalah persediaan obat terjamin.


Pengalaman rekan yang mengikuti terapi metadon;
  1. Ketika memutuskan untuk berhenti “sakaw” nya lebih lama 1-2 bulan, dibanding sakaw jenis putaw 1-2 minggu, maka pecandu kalau mau berhenti mikir sakitnya yang lama tidak jadi berhenti
  2. Penurunan dosis seringkali menjadi permainan dokter, mereka cenderung tidak ingin menurunkan dosis, maka si pasien harus pintar untuk minta penurunan dosis
  3. Aturan penggunaan metadon harus di RS setempat, nyatanya saat ini pasien boleh membawa keluar jatah mingguan dan dipakai di luar RS, maka akan ada kemungkinan disalahgunakan. Kalau aturan pemakainnya saja oleh Dokter/tim terapi sudah diberikan kelonggaran, apakah si dokter/tim terapi menyediakan waktunya untuk si pasien konsultasi lebih lanjut berkaitan terapi psikisnya

Prediksi Kedepan
  1. Metadon adalah narkotika golongan II, yang artinya tingkat ketergantungannya masih cukup tinggi. Dengan masa tenggang sakawnya yang lama kecenderungan untuk berhenti akan lebih sulit.
  2. Harga metadon saat ini masih di subsidi oleh pemerintah, bagaimana bila subsidi tersebut dicabut. Bukan tidak mungkin 5 atau 10 tahun ke depan subsidi untuk metadon dicabut. Subsidi pupuk anorganik yang kebutuhan dasar petani saja dicabut apalagi subsidi obat bagi pecandu. Bisa dibayangkan berapa ribu orang pecandu metadon akan sakaw bila tidak mampu membelinya
  3. Metadon adalah obat yang “dilegalkan” dengan jumlah pasien yang stabil bahkan cenderung meningkat, apakah tidak akan ada kecenderungan untuk dikomersilkan, kerja sama antara dokter dan perusahaan farmasi. Anti bodi flu burung saja yang dikendalikan WHO/PBB saja dikomersilkan apalagi metadon

Hal-hal di atas yang menjadi alasan mengapa komunitas kami DRUGS FREE COMMUNITY berpantangan dengan program Harm Reduction. Kepada teman-teman yang saat ini mengikuti terapi metadon sama sekali kami tidak membenci anda sebagai pasien, setulus hati kami berdoa agar teman-teman segera memperoleh “kesembuhan”. Kami hanya tidak setuju adanya program tersebut dan tentunya berikut program-program kampanye gerakan terapi metadon ataupun penggantian jarum suntik.

Ketika kamu memutuskan untuk berhenti maka segerakanlah jangan ditunda… kamu telah habiskan waktu kemarin dengan sia-sia… jangan biarkan waktu di depanmu menjadi sia-sia pula… Kami ada untuk kalian… bersama menjadikan Indonesia Lebih Baik…

Selasa, 01 September 2009

Anggaran Dasar Drugs Free Community

BAB I
SEJARAH KOMUNITAS

Pasal 1
Pendiri organisasi atau komunitas DRUGS FREE COMMUNITY adalah relawan DPC GRANAT (Gerakan Nasional Anti Narkotika) Kota Surabaya. Nama DRUGS FREE COMMUNITY pertama kali dipakai adalah tahun 2002 oleh relawan GRANAT Surabaya. Penggunaan nama DRUGS FREE COMMUNITY adalah sebagai identitas kebanggaan bagi relawan yang sebagian besar adalah remaja/anak muda. Penggunaan nama ini juga bertujuan sebagai proses pembelajaran relawan usia remaja untuk berorganisasi dan bereksplorasi menggali potensi dan jati diri.
Pada tahun 2006 terjadi suksesi kepemimpinan sebagai bagian dari sistem organisasi GRANAT. Pada masa kepemimpinan yang baru terjadi perbedaan pendapat antara Ketua DPC GRANAT Kota Surabaya yang baru dengan relawan, yang tidak dapat dipersatukan dan berakhir dengan tidak diakuinya keberadaan relawan GRANAT dengan kepengurusan DRUGS FREE COMMUNITY nya.
Untuk dapat tetap eksis, diputuskan untuk membentuk sendiri organisasi atau komunitas anti narkoba terpisah dari DPC GRANAT Kota Surabaya. Melalui proses panjang, pada tanggal 5 Oktober 2007 di deklarasikan atau diperkenalkan kembali ke masyarakat keberadaan DRUGS FREE COMMUNITY


BAB II
NAMA, WAKTU DAN KEDUDUKAN

Pasal 2
1. Nama organisasi adalah DRUGS FREE COMMUNITY dan dapat disingkat dengan DFC
2. DRUGS FREE COMMUNITY didirikan untuk waktu yang tidak ditentukan lamanya terhitung mulai tanggal didirikannya, yaitu 5 Oktober 2007
3. DRUGS FREE COMMUNITY berkedudukan di Kota Surabaya dan dimungkinkan di Kota-kota lain terbentuk Drug Free Community yang bersifat otonomi


BAB III
VISI, MISI, DAN DASAR HUKUM

Pasal 3
Visi DRUGS FREE COMMUNITY adalah mewujudkan Generasi Muda yang Berdaya, Mandiri, dan Madani

Pasal 4
Misi DRUGS FREE COMMUNITY;
1. Mengajak seluruh generasi muda untuk berperan aktif meningkatkan kreatifitas dan prestasi
2. Mengajak seluruh generasi muda berperan aktif stop Narkoba dan HIV AIDS

Pasal 5
Dasar Hukum DRUGS FREE COMMUNITY;
1. Program Pencegahan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba (P4GN)
2. Undang-undang Nomor 23 Tahun1992 tentang Kesehatan
3. Undang–undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika
4. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika
5. UU RI NO. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak


BAB IV
AZAS, SIFAT, DAN TUJUAN

Pasal 6
DRUGS FREE COMMUNITY berazaskan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 di dalam hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara

Pasal 7
DRUGS FREE COMMUNITY bersifat terbuka, sosial, dan berdasarkan kerelawanan.

Pasal 8
Tujuan DRUGS FREE COMMUNITY;
1. Mencegah percepatan peningkatan remaja yang melakukan tindak penyimpangan perilaku (kenakalan remaja) dengan merubah pola pikir, pola perilaku, dan pola interaksi remaja kearah yang lebih positif
2. Memberikan alternatif penyelesaian masalah (problem solving) dan kelompok dukungan (supporting group) pada remaja yang terlanjur melakukan perilaku menyimpang, dengan metode pendampingan/ konseling dan kelompok diskusi/dialog
3. Memberikan alternatif wadah atau komunitas berinteraksi (gaul) para remaja yang lebih sehat dan positif, memberikan kesempatan untuk mengekspresikan diri sebagai remaja untuk menjadi manusia kreatif, inovatif, mandiri, dan bertanggungjawab


BAB V
LAMBANG DAN SLOGAN

Pasal 9
1. Lambang DRUGS FREE COMMUNITY adalah tulisan D F dan C dalam segi empat dengan huruf D dan C ditulis huruf kapital berwarna orange, sedang huruf F disimbolkan pita yang menyerupai huruf F dan atau huruf V terbalik
2. Tulisan DRUGS FREE COMMUNITY di luar segi empat adalah identitas organisasi/komunitas

Pasal 10
Arti dari simbol di atas adalah;
a. Simbol dengan desain sederhana dan praktis dimaksudkan bahwa DRUGS FREE COMMUNITY adalah komunitas terbuka yang bersifat kerelawanan dalam kederhanaan dengan implementas kegiatan-kegiatan yang secara langsung memberi manfaat bagi masyarakat sekitar
b. Segi empat artinya adalah rumah bagi siapapun yang memiliki kerelawanan
c. Warna orange menggambarkan warna ceria, yang bermakna bahwa DRUGS FREE COMMUNITY adalah komunitas yang selalu berpikir positif, berperilaku menyenangkan, dan berinteraksi dengan masyarakat atas dasar memberikan manfaat dengan harapan membawa kebahagiaan
d. Warna biru menggambarkan persahabatan dimaksudkan bahwa DRUGS FREE COMMUNITY adalah komunitas yang bersahabat baik baik bagi sesama anggota dan atau pun kepada masyarakat
e. Huruf F yang menyerupai huruf V terbalik bermakna bahwa Bangsa kita belum merdeka (Victory) dari peredaran gelap dan penyalahgunaan narkoba

Pasal 11
Slogan DRUGS FREE COMMUNITY adalah Dari Kita… Oleh Kita… Untuk Bangsa…


BAB VI
KEDAULATAN

Pasal 12
Kedaulatan Drugs Free Community ada di suara Anggota Aktif, yang dilakukan dalam Rapat Pleno


BAB VII
KEANGGOTAAN

Pasal 13
Anggota Drugs Free Ccommunity adalah setiap warga Negara Indonesia yang telah mencapai usia 17 Tahun dan dengan sukarela mengajukan permintaan menjadi anggota secara tertulis dan berjanji :
1. Berketuhanan Yang Maha Esa
2. Mencintai dan Berbakti pada Orang Tua
3. Mencintai dan Mengabdi pada Bangsa dan Negara
4. Mencintai dan Menghormati Sesama
5. Stop dan Perangi Penyalahgunaan Narkoba

Pasal 14
1. Keanggotaan dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu anggota aktif dan anggota pasif
2. Selanjutnya yang disebut anggota aktif adalah pengurus dan relawan DRUGS FREE COMMUNITY
3. Keanggotaan berakhir karena; meninggal dunia, mengundurkan diri atas permintaan sendiri, dan diberhentikan oleh Rapat Pleno

Pasal 15
Hak dan Kewajiban seluruh anggota;
1. Menjunjung tinggi nama dan kehormatan DRUGS FREE COMMUNITY
2. Mentaati dan memegang teguh Anggaran Dasar DRUGS FREE COMMUNITY
3. Mengikuti kegiatan-kegiatan yang diselenggarakan oleh DRUGS FREE COMMUNITY
4. Aktif melaksanakan program DRUGS FREE COMMUNITY

Pasal 16
Hak Anggota Aktif;
1. Berhak mengeluarkan pendapat secara lisan dan atau tertulis
2. Berhak memilih dan dipilih menjadi pengurus atau jabatan fungsional


BAB VIII
PENGORGANISASIAN

Pasal 17
Struktur organisasi DRUGS FREE COMMUNITY adalah;
1. Dewan Penasihat
2. Pengurus
3. Relawan

Pasal 18
1. Dewan Penasihat adalah orang-orang yang dipilih berdasarkan hasil Rapat Pleno Anggota berdasarkan pertimbangan karena memiliki jasa terhadap pencapaian Visi, Misi, dan Tujuan DRUGS FREE COMMUNITY
2. Dewan Penasihat memiliki hak dan kewenangan untuk mengikuti kegiatan DRUGS FREE COMMUNITY
3. Dewan Penasihat memiliki kewenangan untuk memberikan saran dan nasihat kepada Pengurus dan Relawan DRUGS FREE COMMUNITY

Pasal 19
1. Pengurus DRUGS FREE COMMUNITY sekurang-kurang terdiri dari seorang Leader dibantu sedikitnya 2 (dua) orang Senior Fasilitator
2. Senior Fasilitator sekaligus masing-masing menjabat sebagai Sekretaris dan Bendahara
3. Pengurus DRUGS FREE COMMUNITY memiliki hak dan kewenangan untuk mengatasnamakan DRUGS FREE COMMUNITY di dalam usaha-usaha untuk pencapaian Visi, Misi, dan Tujuan DRUGS FREE COMMUNITY
4. Pengurus DRUGS FREE COMMUNITY berkewajiban menyusun dan menjalankan program kerja dan peraturan-peraturan
5. Masa kerelawanan sebagai pengurus DRUGS FREE COMMUNITY adalah 3 (tiga) tahun dan dapat dipilih kembali berdasarkan keputusan hasil Rapat Pleno

Pasal 20
1. Relawan adalah anggota DRUGS FREE COMMUNITY yang memiliki komitmen untuk terlibat aktif sebagai fasilitator sebaya
2. Relawan memiliki sistem kepengurusan yang otonomi tanpa bertentangan dengan Anggaran Dasar dan Peraturan yang dibuat oleh Pengurus DRUGS FREE COMMUNITY
3. Relawan berkewajiban menjalankan program kerja yang disusun oleh Pengurus DRUGS FREE COMMUNITY
4. Relawan berhak dan berwenang untuk berekspresi merumuskan kegiatan yang bertujuan untuk pencapaian Visi, Misi, dan Tujuan DRUGS FREE COMMUNITY


BAB IX
RAPAT

Pasal 21
1. Rapat Pleno, rapat yang dihadiri oleh Pengurus DRUGS FREE COMMUNITY dan Relawan DRUGS FREE COMMUNITY
2. Rapat Pengurus DRUGS FREE COMMUNITY
3. Rapat Relawan DRUGS FREE COMMUNITY


BAB X
PEMBIAYAAN DAN SPONSORSHIP

Pasal 22
Pembiayaan kegiatan DRUGS FREE COMMUNITY dapat diperoleh melalui;
1. Partisipasi anggota/relawan
2. Donasi simpatisan
3. Sponsorsip
4. Badan Usaha DRUGS FREE COMMUNITY

Pasal 23
Di dalam penyelenggaraan program kerja DRUGS FREE COMMUNITY diharapakan dapat bekerjasama dengan perusahaan-perusahaan dan atau donator yang bersifat sponsorship dan tidak intervensi substansi visi, misi, dan program kerja (kegiatan) komunitas.

Pasal 24
Perusahaan yang tidak diperkenankan menjadi sponsor:
1. Perusahaan Rokok
2. Perusahaan Minuman Beralkohol
3. Perusahaan Kondom
4. Diskotik dan tempat-tempat hiburan yang diduga ada peredaran gelap narkoba dan atau memperkerjakan anak/remaja sebagai pekerja seks komersial


BAB XI
PANTANGAN KEGIATAN

Pasal 25
Penyelenggaraan kegiatan DRUGS FREE COMMUNITY dilarang melakukan;
1. Pembagian kondom dan atau kampanye seks bebas
2. Pembagian jarum suntik steril bagi pecandu IDU
3. Kampanye terapi metadon
4. Testimoni mantan pecandu pada saat penyuluhan di kalangan anak-anak dan remaja
5. Pendampingan hukum terhadap orang-orang dewasa yang terlibat kasus hukum narkoba


BAB XII
PERUBAHAN ANGGARAN DASAR

Pasal 26
Perubahan Anggaran Dasar DRUGS FREE COMMUNITY dapat dilakukan berdasarkan Rapat Pleno


BAB XIII
PENUTUP

Pasal 27
1. Hal-hal yang belum diatur atau belum cukup diatur dalam Anggaran Dasar akan diatur dalam peraturan-peraturan yang dibuat berdasarkan Rapat Pleno
2. Anggaran Dasar ini berlaku sejak tanggal ditetapkan


Surabaya, 5 Oktober 2007